Sabtu, 05 November 2011

Hilang Udang di Salu Battang

penulis: mirdat (dath.palopo@gmail.com)

Sungai dan habitatnya di masa lalu

Ternyata hal indah yang kami alami waktu kecil di sungai masih jauh tertinggal pada era sebelum tahun 1980. Dahulu di tiga anak sungai ini kaya akan habitat dalam seperti Udang, Ikan dan Belut.

Ada banyak jenis udang yang biasa dijumpai dimasa itu antara lain Urang Batu, Bonkok Belopa, Bongkok Busasingki, Bongkok sapu-sapu, Bongkok Daun Kaju dan Kolo-kolo. Sedangkan Jenis Ikan yang masyarakat kenal ada dua yaitu Karambe, Bakuku dan Masapi (ikan belut ), kedua ikan ini berukuran cukup besar diusia dewasa. Karambe hampir mirip dengan ikan lele berwarna abu-abu dan paling senang di bagian sungai yang berarus deras dan menempel di batu-batu sambil menyantap lumut, sedang Ikan Karambe berbentuk seperti ikan Nila, berwarna abu-abu dan memiliki sirip seperti ikan Gurami. Baik ikam Bakuku maupun Karambe sama gurihnya tapi yang paling berlemak dari kedua ikan ini adalah ikan Karambe.

Cara Tradisional Menangkap Buruan di Sungai

Sangat sulit menangkap ikan maupun udang sehingga untuk memudahkan melihat buruannya ialah air sungai dialihkan kea rah lain sehingga air menjadi dangkal dan tenang, Uapaya ini masayakatt sebut “Ma’palempang” Namun tanpa menggunakan alat, menangkap ikan ataupun udang bukan menjadi perkara muda, jadi terkadang orang-orang memakai Sarampang ( tombak yang matanya lebih dari satu) dan Kopak ( perangkap ikan belut yang terbuat dari bambu yang dianyam).

Sungai di wilaya Adat Battang Saat Ini

Saat ini kita masih bisa menjumpai ketiga anak sungai tersebut ( Salu Tombang, Salu To’Jambu dan Salu Tandung) debet airnya tidak jauh berubah dan tetap terlihat bersih seperti sebelumya, yang berubah adalah jumlah ikan dan udang sudah sangat jauh berkurang, kaluapun ada yang dijumpai atau ditangkap ukurannyapun kecil, malah sudah banyak jenis udang yang tidak pernah dijumpai lagi oleh masyarakat yang melakukan pemburuan.

Penyebab sampai ini terjadi karena sebahagian masyarakat sudah tidak menjalankan lagi kearifan local dengan melakukan penangkapan tradisional yang dilakukan secara turun temurun melainkan sebagian masyarakat menggunakan alat setrum dan racun yang sangat berbahaya. Menurut yang sudah pernah menggunakan alat penyetrum bahwa ikan tersengat setrum tidak akan mati, dalam waktu beberapa menit setelah tersenat ikan akan sadar kembali dan berenang seperti biasa cuma seringkali tubuh ikan atau udang akan mengalami kelainan dan perubahan serta pertumbuhannyapun terhambat,inipun akan berdampak kurang baik terhadap reproduksi ikan, sedang bahaya racun ikan tidak pandang bulu, baik ikan besar, ikan kecil bahkan yang baru lahir sekalipun akan musnah jika sudah terkontaminasi dengan air yang sudah larut dengan racun.

Perencanaan menuju Sungai Battang yang Lestari

Ragam jenis udang dan ikan gurih berukuran besar hasil buruan di sungai kini tinggal cerita, tidak bisa dipungkiri Ikan dan udang sungai sudah sangat langkah saat ini,namun bukan berarti ini akhir dari segalanya. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengebalikan habitat air sungai yang sudah hampir punah khususnya sungai-sungai di Wilayah komunitas Adat Battang :

1. Melepaskan bibit ikan sepanjang sungai dengan ikan yang bisa beradaptasi dengan sungai yang berarus deras.

Ikan yang berpotensi untuk disebar ke sungai yakni ikan Nila, Mas dan Gurami karena ikan-ikan ini mampu beradaptasi dengan air sungai yang berarus kuat dan cepat berkembang biak. Cara menebar ikan tidak hanya di sungai yang berdekatan dengan pemukiman tapi dimanapun dari bagian sungai yang dianggap layak untuk penyebaran pertama.

2. Menanami sepanjang bantaran sungai dengan kayu lokal.

Jenis kayu local yang tepat untuk menghiasi bantaran sungai adalah kayu Bau dan Uraso, mereka memiliki akar kuat untuk mengikat tanah dan bebatuan sehingga tepih sungai terproteksi dari ancaman abrasi, selain itu akar kayu yang masuk ke sungai menjadi tempat mencari makan sekaligus tempat berlindung bagi udang dan ikan.

3. Membangun kesepakatan bersama untuk mewujudkan peraturan kampong (PERDES) demi peluang menikmati sumberdaya sungai.

Agar kegiatan pelepasan ikan ke sungai menjadi tidak sia-sia maka masyarakat harus bersepakat untuk membuat suatu peraturan yang bertujuan untuk menopang tujuan kegiatan. Selanjutnya peraturan yang dibuat harus memiliki jaminan hukum yang memperkuat peraturan-peraturan tersebut agar tidak mudah dilanggar. Contoh peraturan-peraturan tersebut antara lain seperti : Panen raya (ma’palempang) dilakukan secara massal dan telah ditentukan waktunya oleh tokoh yang ditunjuk oleh masyarakat, misalnya waktu panen raya dilaksanakan satu atau dua tahun sekali, Larangan menggunakan alat atau bahan tidak ramah lingkungan seperti penyetrum, bom atau racun.

4. Mebuatkan MCK (Mandi Cuci Kakus) umum

Upaya pembuatan MCK Umum disekitar daerah sungai ini untuk mencegah masyarakat mencuci dengan menggunakan diterjen berlebih dan buang air di sungai.

Sungai bisa menjadi sarang penyakit jika diperlakukan tidak semestinya, dan jika sungai terjaga, ikan-ikan yang disebarpun bisa berkembang biak dengan sehat tanpa harus terkontaminasi dengan limbah atau kotoran manusia. Sungai yang bersih juga dapat mengundang pendapatan karna pasti banyak yang tertarik untuk berkunjung

5. Membentuk Kelompok Pemuda Pemerhati Sungai Battang,

Kelompok pemerhati Sungai ini berfungsi untuk menjalankan dan melanjutkan agenda-agenda tentang pelestarian sungai serta selalu merencanakan segala hal yang terkait dengan pelestarian sungai ke depan. Kelompok Pemuda ini juga yang bertugas mengawasi sungai dari berbagai hal yang akan mengancam kelesrtarian sungai tersebut bekerjasama dengan masyarakat sekitar sungai. Jika akan diurutkan maka kewenangan dari kelompok ini antara lain:

- Mengawasi sungai

- Merancang program pelestarian sungai

- Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang sungai

Menagacu pada poin 3 (tiga) di atas tentang peraturan yang sudah ditetapkan tentu ada sanksi-sanksi jika aturan yang disepakati tersebut dilanggar, dan sanksi-sanksi tersebut juga harus melalui kesepakatan bersama.

Rencana pelestarian Sungai Battang Rebenarnya Mimpi Klasik

Ternyata keinginan untuk mengembalikan kekayaan sungai bukan baru sekarang tetapi sudah tertanam sejak tahun 1983, mereka yang menjadi tokoh penggagas yakni H. Hamza yang menjabat sebagai Kepala Desa Battang saat itu bersama dengan salah seorang stafnya Alimuddin Biaga, inisiasi ini terbangun karna saat itu gejala-gejala yang mengancam kelestarian sungai dan isinya seperti Ikan dan udang sudah mulai dirasakan. Namun sayang sekali keinginan baik ini tidak tercapai karna selalu ada saja pekerjaan desa yang tidak kalah pentingnya dan tidak bisa dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan lain. Akhirnya rencana tinggal rencana sampai sekarang belum ada informasi bahwa kegiatan tersebut terealisasi sehinnga terakhir pada hari Senin 23 Oktober 2011 pak Alimuddin lebih memperjelas lagi pernyataan bahwa rencana yang kami sudah matangkan tidak ada inplementasi sampai sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar